Postingan

Sekarat

  Dalam puncak kesekaratan Bintang-bintang berserakan di kepala Ombak laut menerjang gigi geraham Bibir pecah dihantam botol keras-keras Merah-merah mengalir pelan Entah itu sari anggur atau darah penghabisan Arrghh! Susah amat ingin mati Kenapa tak semudah korupsi Tinggal ambil ini dan itu Selesai sudah, Asu Izrail! Cabut aku dari kehidupan yang neraka ini Aku muak melihat istri dan juga televisi Keduanya merengek minta dipercaya Padahal aku tahu semua itu adalah dusta Meski dari omongan tetangga Izrail dengan nada sedikit mengejek bertanya Ingin pergi dari neraka kelas ekonomi untuk ke neraka kelas VIP? Tentu dengan senang hati Tunggu, Izrail Aku tarik semua doa-doaku Sampaikan juga kepada Tuhan Bahwa aku tidak jadi merengek minta dimatikan, karena Aku kira kematian sesurga demikian Sampanahan, 1 November '21

Tarian Pandemi

Dilema Corona tak kunjung reda Tak jarang menimbulkan drama Hanya melawan virus tak kasat mata Mereka menyiksa manusia dengan nyata Dalih mengucapkan demi keselamatan bersama Mereka mengancam nyawa pekerja yang nyaris menyapa rongga Aparatur dengan jelas menengkurapkan akhlak negara Masih pantaskah mereka menarik iuran wajib pada korbannya? ~ Sya Lala Lala semakin lama tragedi yang             menjadi komedi    Kini tengah dikonsumsi orang banyak sekali Kini pertentangan semakin ketat Mereka beradu argumen dengan hebat Antara pembela rakyat dengan pejabat Sama-sama punya dalil dengan sanad kuat Pertarungan masih bernilai seri Pembela rakyat melumat pejabat Pejabat membuat mufakat laknat Hasil dilanjut babak babat-membabat Nyawa manusia dianggap sederhana Ketika bencana datang melanda Mereka berkata takdir maha kuasa Secara orang awam tidak tahu kausa

Pesanku Untuk yang di sana

Pesanku untuk dia yang di sana Sayangi keluargamu seperti mereka mengasihimu hingga dewasa Jangan larut dalam sedih, selipkan sedikit tawa Jangan belenggu dirimu tetaplah bahagia Kaulah pencipta suasana Pesanku untuk dia di seberang kota Jangan sesekali kepada Tuhan kamu lupa Apalagi tidak pernah bercumbu dengan-Nya Kau sendiri mungkin ragu kepada-Nya Bahwa Dia lebih dekat dari frekuensi suara Pesanku untuk dia yang mungkin di desa Kamu harapan yang dipupuk sedemikian dalam Untuk mendapati samudera ilmu pengetahuan Jangan biarkan mereka tenggelam pada kekecewaan Karena bagi mereka kamu harapan dalam angan Pesanku untuk dia yang Mungkin terakhir kalinya Jangan biarkan dirimu tersakiti dengan sendirinya Dan jangan biarkan aku tersakiti selain engkau pelakunya Mojokerto, 27 Maret.

Dikelabui Emosi

Hari ini saya mendapat sebuah pelajaran, diingatkan Tuhan. Bahwa saya dikelabui emosi. Bagaimana emosi mampu mengendalikan 100 persen diri kita. Tanpa sisa. Parahnya, hingga mendoktrin kawan saya yang kemudian bahu-membahu menghakimi seseorang tanpa belas kasih. Hingga di suatu ketika dia seakan membayar lunas apa yang telah ditimpakan pada dirinya. Saya terperangah dan mencoba memasang wajah tak bersalah.  Wajah saya seakan tertampar keras! Dari situ, saya memahami... Menimpakan keburukan pada diri seseorang bukanlah hal yang keren dan patut dibanggakan. Siapa pula yang mau mengapresiasi hal demikian? Nothing! Perihal emosi, sebetulnya bukan sepenuhnya tentang hal negatif. Emosi memiliki dua sisi berbeda seperti sekeping uang koin. Positif dan negatif adalah kedua sisi tersebut. Emosi positif bagi saya adalah emosi yang mampu mendorong kita untuk melakukan hal-hal baik sampai pada tingkat produktif. Seperti slogan dari blog ini, SEBUAH PEMBERDAYAAN EMOSI. Kami mencoba memberday...

Sosok Beliau

Gundah, sedih Tak enak hati Takut pergi Akal sedikit terisi Diriku sepi Jangan tuhan  Amat jangan Ku mohon panjangkan Jangan sekarang Aku butuh bimbingan Aku tak sanggup kehilangan Sosok penuh wibawa Semua menghormatinya Dan banyak mengamatinya Tak bisa aku melihatnya Bila sekarang kau memanggilnya Tuhan beri waktu lebih lama Tuk sejenak hidup semasanya Karena aku butuh ilmunya Sekali lagi tuhan Beri beliau kesempatan Masih banyak orang kesesatan Ku tahu kau maha mendengarkan Jangan tuhan Tuhan, jangan Ku harap kau kabulkan Doa, pendosa sampaikan.                                                        Kediri, 2017

Pudar

  Lamunku meniadakanmu  Bukan karena tiada wujudmu  Hariku cerah tanpa mengingatmu  Meski semua butuh peringatanmu  Mengingat hanya untuk kebutuhan  Adalah sosok yang tak jantan  Sesekali kulihat semua berkilauan  Tanpa butuh suatu ikatan sentuhan  Aku malu dengan sosok lemahku  Yang tak mampu meninggalkan luka dengan laku  Namun secepatnya aku lupa kau  Sungguh aku tak punya malu                                                                                                 Mojokerto, Januari 2021

Belajar Bersyukur dari Tiupan Peluit di Persimpangan Jalan

     Hari ini aku bersiap menuju kampus di kotaku. Keperluan sepele memaksaku berdandan rapi dengan standar anak  kuliahan . Buku-buku yang semula aku pinjam dari perpustakaan sebelum pandemi melanda, kini harus kembali menuju rak istimewa di kota sana. Tempat dimana orang-orang begitu membutuhkan, tak seperti di rumahku yang terabaikan.  Perpustakaan memang menyenangkan. Tentu bagi mereka yang gemar baca tulisan. Atau barangkali mereka yang dikejar  deadline  tugas untuk segera dikumpulkan. Aduh! Seusai melakukan serah-terima buku pinjaman dengan seorang pustakawan, Kaki ku merengek segera minta kembali ke kediaman. Padahal, mataku sedang ingin cuci mata. Melihat para mahasiswi berkeliaran dengan paras cantik jelita.         Di perjalanan pulang, aku memikirkan apa yang harus kulakukan setelah sampai di tempat berbaring? Tentu hal-hal menyenangkan kubayangkan. Barangkali  menghubungi doi sekedar untuk bertanya kaba...