Intim
Puluhan lembar kertas termakan keranjang sampah di samping kanan meja. Tangannya gemetaran ketika mulai menempelkan ujung pensil pada selembar kertas untuk membuat sketsa. Dia tersumbat. Macet. Dia kehabisan ide untuk membuat sebuah mahakarya atau sekedar sebuah karya saja. Baginya tekanan banyak pihak terhadap bakatnya membuatnya semakin depresi. Dia orang yang perfeksionis tapi menolak tuntutan kesempurnaan. Baginya, kesempurnaan hanya bisa diukur oleh diri sendiri. Bukan orang lain. Tuntunan kesempurnaan makin menjadi-jadi. Dia merasa tak akan ada yang bisa memahami perasaannya kini. Toh menurutnya tak ada yang lebih berbakat ketimbang dirinya. Maka mustahil pula orang lain merasakannya. Berulangkali dia menyepi dan mencari solusi. Perhatian dari kekasih pun tak ada. Dia bahkan tak sempat memberi rasa kepada orang lain selain kepada mahakaryanya. Dia mampu bekerja seharian tanpa henti. Di sisi lain, orang-ora...