Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerpen

Intim

            Puluhan lembar kertas termakan keranjang sampah di samping kanan meja. Tangannya gemetaran ketika mulai menempelkan ujung pensil pada selembar kertas untuk membuat sketsa. Dia tersumbat. Macet. Dia kehabisan ide untuk membuat sebuah mahakarya atau sekedar sebuah karya saja. Baginya tekanan banyak pihak terhadap bakatnya membuatnya semakin depresi. Dia orang yang perfeksionis tapi menolak tuntutan kesempurnaan. Baginya, kesempurnaan hanya bisa diukur oleh diri sendiri. Bukan orang lain. Tuntunan kesempurnaan makin menjadi-jadi. Dia merasa tak akan ada yang bisa memahami perasaannya kini. Toh menurutnya tak ada yang lebih berbakat ketimbang dirinya. Maka mustahil   pula orang lain merasakannya. Berulangkali dia menyepi dan mencari solusi. Perhatian dari kekasih pun tak ada. Dia bahkan tak sempat memberi rasa kepada orang lain selain kepada mahakaryanya. Dia mampu bekerja seharian tanpa henti. Di sisi lain, orang-ora...

Potret

“Sudahlah, Mak! Pokoknya biarkan Danar menentukan jalan hidup sendiri. Anakmu ini laki-laki. Beranjak dewasa. Jika tak sesuai harapan Emak apalagi Bapak, setidaknya tolong beri kesempatan!”. Suara perlawanan Danar begitu menggelegar dan merubuhkan perasaan Emaknya. Tetangganya pun segan untuk memberi nasehat bahkan sekedar mengintip pembicaraan mereka. Watak yang  keras kepala dan tegas, menurun dari sang Bapak yang meninggal ketika Danar masih berumur sebelas tahun. Mungkin ini yang membuat Danar lebih temperamental ketimbang sang Bapak. Emaknya yang selama ini bekerja sebagai penjual sayur di salah satu pasar dekat kota merasa tak bisa memberi yang terbaik bagi Danar. Terlebih Danar sebenarnya memiliki kemampuan di atas rata-rata remaja seusianya. Emaknya pun tau apa yang diinginkan oleh anaknya. Semua terpampang jelas di balik pintu kamar tidur Danar. Tak ada yang istimewa memang. Bahkan cenderung sederhana mengikuti pola pikir remaja pada umumnya. Sebenarnya Danar bukan anak tu...