Postingan

Dikelabui Emosi

Hari ini saya mendapat sebuah pelajaran, diingatkan Tuhan. Bahwa saya dikelabui emosi. Bagaimana emosi mampu mengendalikan 100 persen diri kita. Tanpa sisa. Parahnya, hingga mendoktrin kawan saya yang kemudian bahu-membahu menghakimi seseorang tanpa belas kasih. Hingga di suatu ketika dia seakan membayar lunas apa yang telah ditimpakan pada dirinya. Saya terperangah dan mencoba memasang wajah tak bersalah.  Wajah saya seakan tertampar keras! Dari situ, saya memahami... Menimpakan keburukan pada diri seseorang bukanlah hal yang keren dan patut dibanggakan. Siapa pula yang mau mengapresiasi hal demikian? Nothing! Perihal emosi, sebetulnya bukan sepenuhnya tentang hal negatif. Emosi memiliki dua sisi berbeda seperti sekeping uang koin. Positif dan negatif adalah kedua sisi tersebut. Emosi positif bagi saya adalah emosi yang mampu mendorong kita untuk melakukan hal-hal baik sampai pada tingkat produktif. Seperti slogan dari blog ini, SEBUAH PEMBERDAYAAN EMOSI. Kami mencoba memberday...

Sosok Beliau

Gundah, sedih Tak enak hati Takut pergi Akal sedikit terisi Diriku sepi Jangan tuhan  Amat jangan Ku mohon panjangkan Jangan sekarang Aku butuh bimbingan Aku tak sanggup kehilangan Sosok penuh wibawa Semua menghormatinya Dan banyak mengamatinya Tak bisa aku melihatnya Bila sekarang kau memanggilnya Tuhan beri waktu lebih lama Tuk sejenak hidup semasanya Karena aku butuh ilmunya Sekali lagi tuhan Beri beliau kesempatan Masih banyak orang kesesatan Ku tahu kau maha mendengarkan Jangan tuhan Tuhan, jangan Ku harap kau kabulkan Doa, pendosa sampaikan.                                                        Kediri, 2017

Pudar

  Lamunku meniadakanmu  Bukan karena tiada wujudmu  Hariku cerah tanpa mengingatmu  Meski semua butuh peringatanmu  Mengingat hanya untuk kebutuhan  Adalah sosok yang tak jantan  Sesekali kulihat semua berkilauan  Tanpa butuh suatu ikatan sentuhan  Aku malu dengan sosok lemahku  Yang tak mampu meninggalkan luka dengan laku  Namun secepatnya aku lupa kau  Sungguh aku tak punya malu                                                                                                 Mojokerto, Januari 2021

Belajar Bersyukur dari Tiupan Peluit di Persimpangan Jalan

     Hari ini aku bersiap menuju kampus di kotaku. Keperluan sepele memaksaku berdandan rapi dengan standar anak  kuliahan . Buku-buku yang semula aku pinjam dari perpustakaan sebelum pandemi melanda, kini harus kembali menuju rak istimewa di kota sana. Tempat dimana orang-orang begitu membutuhkan, tak seperti di rumahku yang terabaikan.  Perpustakaan memang menyenangkan. Tentu bagi mereka yang gemar baca tulisan. Atau barangkali mereka yang dikejar  deadline  tugas untuk segera dikumpulkan. Aduh! Seusai melakukan serah-terima buku pinjaman dengan seorang pustakawan, Kaki ku merengek segera minta kembali ke kediaman. Padahal, mataku sedang ingin cuci mata. Melihat para mahasiswi berkeliaran dengan paras cantik jelita.         Di perjalanan pulang, aku memikirkan apa yang harus kulakukan setelah sampai di tempat berbaring? Tentu hal-hal menyenangkan kubayangkan. Barangkali  menghubungi doi sekedar untuk bertanya kaba...

Fana

Sudah lama aku menempuh Hingga berjalan cukup jauh Tak kunjung jua aku berlabuh Pada cenderamata arta aku rapuh Aku mengusap keringat dan menjerit Di bawah sempitnya lengkungan langit Sembari menyanyi elegi, menahan sakit Serasa nestapa senada sedemikian dirakit Ingin hidup bersahaja Tanpa serapah mendera Hirap rasa cinta permata Cita cipta cumbana dewa                                  Mojokerto, November 2020

Sekolah Zaman Sekarang

  Sudahlah pak, jawab dengan tegas Anda sudah malas bekerja yang keras-keras Adanya sekolah hanya sebagai jalan pintas Bermodalkan keras dan ilmu sangat ringkas Ayolah Bu, sekarang jujurlah Bosan dengan pekerjaan rumah Sekolah menjadi tempat berhijrah Meminimalis upaya memaksimalkan upah Sebenarnya kami juga ingin berterus-terang Ilmumu kami terapkan sangat jarang Demi gengsi kami rela membuang uang Hanya tidak mau dikucilkan orang Dengan jujur kami menyerah kalah Tujuan kami sekolah hanyalah ijasah Bukan terhadap ilmu kami serakah Soal masa depan, pada Tuhan kami pasrah                                                          Kediri, 2017.

Setangkai Pohon

Sebuah tangkai pohon besar menjatuhiku Ketika aku terlelap pukul satu Dengan luka parah bersimbah darah Aku bangun dan mencaci-maki Belum selesai aku mencaci Setangkai lainnya menjatuhiku lagi Aku nyaris terkena kedua kali Aku langsung berhenti memaki Nama suci Tuhan aku puji-puji Karena baru saja aku sadari Kalau aku tidak jadi mati                                                     Mojokerto